Maria Victoria Antara Ilusi dan Kenyataan
- Robin Dos Santos
- Jan 9, 2017
- 2 min read
CAILØR MEDIA|
Timor Leste akhir-akhir ini diramaikan, dihibur dengan artis baru, hasil karya Indosiar melalui studio televisi. Hampir separuh dari orang Timor Leste membanggakan dia sebagai pahlawan mereka (genersi muda).

Penamaan "pahlawan" pun tidak kena pada konteksnya, dia itu artis cilik dibawah umur yang memang hobinya di dunia musik. Dalam kamus besar bahasa Indonesa PAHLAWAN / pah'la'wan/ (n). Orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; perjuangan yang gagah berani;.
Kalau saya tidak salah, Marvi tidak membela siapa-siapa, dia mengikuti kompetisi Dangdut se-Asia yang dimotori oleh Indosiar melalui televisi. Banyak orang yang membicarakan dunia tarik suara melalui sosial media dan menjadi pengikutnya jutaan orang.
Dalam sejarah Timor Leste belum ada sambutan khusus dan meriah menerima orang Timor Leste, mulai dari tokoh kemerdekaan seperti Xanana Gusmao, Mari Alkatiri yang baru-baru ini terjadi di bandara dan kota Dili. Bahkan ketika Timor Leste merdeka dari Indonesia di akhir tahun 1999 pun, penduduk justru lari ketakutan untuk mencari tempat yang nyaman.
Tapi siapa itu Maria Victoria, dan apa yang akan terjadi setelah pesta kesenangan demokrasi dangdut ini berlalu. Apakah dia akan menjadi duta kepariwisataan untuk kedua negara. Bila ini terjadi maka ada hubungan kedua negara dalam sejarah hitam perlahan-lahan akan membaik. Karena Kesuksesan Marvi di Indonesia mulai mempromosikan Timor Leste di Asia, dan akan mendatangkan banyak turis di masa yan akan datang.
Pertanyannya, sejauh mana pemerintah RDTL cukup serius mendorong artis-artis ternama seperti Galaxy, Ego Lemos dan koleganya. Untuk mempromosikan negara baru ini di Asia. Karena sebelum Marvi jadi terkenal di layar kaca, bayak sekali nasip artis lokal yang gulung tikar. Mereka dipakai setelah ada pesta demokrasi, setelah itu hanya bermain akustik di restoran untuk mencari nafkah.
Dalam budaya populis, siapapun yang jadi popular di dunia pop akan cepat hilang seperti ilusi, apabila media menciptakan budaya pop yang baru. Dalam arti, budaya pop akan hilang dengan sendiri ketika habis kontrak dengan kaum kapitalis.
Sampai kapan Marvi akan bertahan, umurnya baru belasan tahun, janji-janji dari partai untuk orasi politik hanya dalam hitungan bulan. Apalagi budaya Timor Leste bukanlah budaya dangdut, yang mengegerkan penduduk Dili ikut diangkut.
Tapi apa salahnya pertukaran budaya dan musik, bahasa dan pendidikan. Kita mengajari orang Indonesia dengan sejarah kependudukan militer era Soeharto, Indonesia mengajari kita bagaimana menjadi selebritis, bagaimana menjadi presenter TV yang baik.
Marvi bukan pahlawan tetapi idola cilik yang dilahirkan televisi swasta di era teknologi sosial media kian terkenal dan dikenal masyarakat awam.
Tetapi, setiap generasi Timor Leste memiliki idola masing-masing bukan!
Orang-orang ke bandara ada yang hanya untuk meramaikan suasana, karena ada arus manusia. Memanfaatkan situasi untuk menulis status: lagi nunggu Marvi.
Victoria, jebolan Indosiar yang disiarkan tidak langsung dari studio Jakarta telah merubah peta perpolitikan Timor leste. Yang konon katanya ke negara Eropa untuk lebih dekat dengan Negara Keutuhan Republik Indoseia.
Saya lupa, seharusnya saya bertanya pada Jenderal Lere. Apakah beliau ikut nonton pencari bakat di Indosiar?
ROBIN dos Santos
Penulis Lepas
Comentarios