top of page

Helena

  • Writer: Robin Dos Santos
    Robin Dos Santos
  • Oct 13, 2016
  • 2 min read

Gadis Kampung

HELENA namanya. Gadis miskin yang jago dansa, mengajari aku berdansa pada hari ulang tahun anak tetangganya.

Ia memiliki bibir tebal, senyumnya seperti bunga matahari, indah dan terpesona. Badannya kurus pujaan para pecinta majalah mode terkemuka dari Brazil. Rabutnya hitam lurus, kulitnya pun hitam manis. Umurnya sekitar 12 tahun. Bapaknya berprofesi sebagai mesin arak tradisional yang disukai pemuda dan tokoh adat.

Pada mulanya, kami dipertemukan oleh kakak sepupunya pada suatu pesta. Helena yang cantik jelita sudah tahu lebih dulu tentang seluk-belukku, kejelekan dan kebaikan. Suatu hari, dengan gitar pinjaman guru orkes dari Sumba Barat. Rasa percaya diri seperti artis jalanan. Aku diundang teman kelasku ke Desanya (Moro/ Parlamento). Duduk di jembatan dengan suaraku menyanikan lagu bung Iwan. Seperti, "buku ini aku pinjam, galang rambu anarki, bila mentari, orang pinggiran, bongkar" dan camelianya Ebiet G Ade.

Malam itu kami berjanji untuk bertemu, tetapi semua dibatalkan sebab kakaknya galak seperti anjing herder tak memberi restu. Aku simpan semua perasaanku bersama dinginya malam. Kemudian kukeluarkan melalui lagu-lagu bung Iwan. Malam semakin larut, dingin datang untuk membesuk tubuhku. Teman baikku mempersiapkan rokok kretek untuk mengobati kekecewaan ini, lalu ditiup asap filter tebal seolah-olah sebentar turun hujan.

Keesokan harinya, sebuah surat bisu datang. Ia meminta maaf atas kelakuan kakaknya yang tidak berideologi demokrasi. "Aku mendengar suaramu, aku dengar. Aku merasakan perasaanmu aku rasakan. Tatapi aku hanya bisa mendengar, aku hanya bisa merasakan. Di kamar ini, aku terpojok tak bisa berbuat apa-apa. Karena aku perempuan, hanya karena aku perempuan. Aku benci jadi perempuan" Begitulah isi dalam surat.

Masa remajaku sederhana sebenarnya, namun penuh dengan tantangan, alkohol, kekerasan dan cinta. Berkali-kali aku berurusan dengan Polisi. Sampai-sampai aku harus menerima resiko ditinggal pacarku yang menulis surat putus waktu dalam penjara. Akan tetapi hal itu tidak memberhentikan kenakalan remaja. Masih banyak bunga Desa yang menunggu harapan di dalam tenda-tenda pesta pernikahan atau ulang tahun.

Setelah keluar dari sel, tidak lupa aku menulis surat untuk meminta waktunya bertemu sekali lagi. Ia merestui permintaanku dengan gembira, seolah-olah aku akan melamarnya secara tradisi Timur. Banyak cerita yang ingin diceritakan dan aku ingin menjadi pendengar yang baik. Kala itu, kami berjalan di atas pasir. Ia masih memiliki rasa humor yang bagus, bercerita tentang jualannya yang tidak laku, tentang surat cintanya yang aku tolak. Inilah waktunya Ia ingin penjelasanku dengan jujur. Sebab penolakanku membuat Ia dalam selimut kesedihan selama dua hari satu malam.

Aku memintah maaf atas kebodohan-kebodohanku selama itu. Aku berjanji atas nama surga dan neraka, jin dan malaikat hal itu tidak akan terjadi lagi. Sebelum kami berpisah senja itu, sebagai tradisi gadis Desa Ia memberi aku gelang silver sebagai ikatan dalam percintaan. Harganya mungkin tidah mahal seperti perempuan-peremuan modern memakainya, tetapi pemberian seorang bekas pacar yang masih mencintaiku selama ini tentu nilainya lebih besar, lebih mulia dari kerajaan manapun.

Kisah nyata

puluhan tahun yang lalu

Ilustrasi foto dari internet.


 
 
 

Bình luận


You Might Also Like:

Moris ne'e bele furak liu kuandu ita tur hanoin hakerek istória kona ba Moris

11907228_10204879682775868_4676107032465375414_n
11924540_1459127931060628_8522374473661884400_n
13923337_1557335427906544_3769815728287495242_o
585793_b80ad6aa0321455d929a7e9a312396af~mv2
1421066_782071731936315_2518368299051110303_o
585793_cfebd326d0ac47dca01d08af5889eab4~mv2
14.12.09_TimorLeste_5_700px
12801116_1059122620818929_6601372839606594556_n
10387390_768764606521400_1219899391531113655_n
14034689_10154480630844190_7982650787613691401_n-1
Kona ba ha'u 

Ha'u, ema ne'ebé gosta hakerek nomos le livru.

Hau halo mós video konta istória. Hakerek hanesan deit 

ema hemu kafé iha dadersan. Hau kria web/blog ida ne'e atu halibur ema hotu fahe sira nia hanoin, kreatividade liu hosi ARTE hakerek.

Ida ne'e hanesan ha'u nia kontribusaun hakerek literatura ba gerasaun foin saé Timor-Leste.

 

Read More

 

Search by Tags

© 2023 by Going Places. Proudly created with Wix.com

bottom of page