Taur MATAN RUAK dalam Memoriku
- ROBIN
- Aug 30, 2016
- 2 min read
Catatan Sejarah
TAUR MATAN RUAK DALAM MEMORIKU
[Menulis itu melawan lupa]
CAILØR MEDIA

Udara pagi Lospalos masih dingin. Di ujung Kecamatan Savarika aku masih menikmati kretek sambil berjalan. Dengan gaya rambut seperti
tentara tiga bulan. Jenis tentara yang siap tempur di lumpur.
Celanaku loreng, kaos putih oblong bergambar bendera Falintil (Forsa Armada Liberatasaun Timor Leste) Tentara Pembebasan Timor-leste. Kira-kira begitu dalam bahasa Indonesia.
Di depan rumah komando Tim Alfa yang cukup ditakuti pemuda Lospalos aku melambatkan gerakan kakiku seperti baru ditembak dari operasi ABRI. Rupa-rupanya di kios orang Iliomar sebuah sepeda motor Honda masih mengeluarkan asap.
Motor itu bukanlah hantu tetapi ada pemiliknya yang fasih dalam percakapan bahasa Indonesia duduk di atasnya, mungkin sedang menunggu komandannya yang bernama Thomas.
Ia adalah seorang pribumi yang berkumis seperti orang kaya dalam film "The Note Book" yang menghargai perasaan anak perempuannya yang jatuh cinta pada seorang pemuda sederhana.
Aku berpura-pura berekting kehilangan dompet, berjalan seperti kepiting melewati tepi jalan aspal Savarika agar pemuda yang masih duduk di atas motor bekas itu tidak melihat gambar bendera yang disablong di kaosku.
Pagi itu aku lolos. Aku tidak bisa membayangkan seandainya, seandainya mereka menahanku dan mulai bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan konyol. Ibuku pasti tidak bisa makan setelah mendengar kabar bahwa aku ada di tangan Komando pasukan Susu (Kopassus).
Di jalanan, teman-temanku menyapa. Bola mata mereka melihat gambar di bajuku. Aku cuek dan malas menjelaskan.
Di depan rumah keluarga dengan anak perempuan yang cantik dan jelita menawarkan aku untuk mampir. Mungkin kelak mereka dewasa nanti bisa saja menjadi istriku dalam cerita roman Sitinurbaya.
Memang, di Lospalos ini masih ada pemahaman kebudayaan jaman dulu, dimana anak perempuan mereka diharuskan memilih pasangan hidupnya dari garis keturunan.
Di depan toko satu, ada bundaran kecil yang masih dikerjakan orang Jawa dengan patung rumah tradisional Lospalos. Seorang pemuda tidak tamat SMP berdiri di jalan menjual koran harian dari Dili.
NOVAS. Nama koran itu. Halaman pertama dengan foto Taur Matan Ruak mengangkat pistol ke langit dengan ekspresi wajah menakutkan. Dia adalah Panglima Komando Gerilya yang cukup ditakuti ABRI. Menurut cerita yang aku dengar, Matan Ruak dilantik menganti posisi Kay Rala Xanana Gusmao di hutan setelah ditangkap oleh operasi Kopassus di Dare.
Aku lupa isi beritanya dengan pasti. Tetapi semacam sikap politik seorang komando gerilya kepada masyarakat Indonesia. Aku waktu itu mendapat koran Novas juga hanya secara kebetulan. Kumasukan kedalam saku loreng supaya tidak terbaca judulnya.
Dengan semangat pagi yang memberikan kabar dari pedalaman hutan Timor Leste yang sulit ditembus ABRI, aku terus berjalan melewati emperan toko-toko Cina sambil menikmati sisa kretekku.
Di depan toko sembilan secara tiba-tiba aku bertemu mantan pacarku dari Poros. Aku malu dengan kata-kataku. Aku sadar ia membenciku dengan 75%. Aku tidak tahu harus mulai darimana percakapan ini.
Dia berhenti dengan bahasa tubuhnya, aku tahu itu semacam ajakan.
....................................................................................................................
Comments